INILAH YANG DITAKUTI ANAK DI SEKOLAH
– Slamet waltoyo –
Lihatlah anak-anak kita ketika di TK/RA. Selalu ceria di sekolah. Berangkat dengan semangat. Selalu ingin dekat dengan Bu Guru. Berebut ingin menjawab pertanyaan Bu Guru . Semangat menggoreskan crayon, menyusun balok, dan meneriakkan syair-syair lagu. Pulang dengan gembira. Tak ada yang ditakuti. Tak ada yang tidak pintar. Kalau ada yang menangis pun itu diawal-awal sekolah karena tidak nyaman ketika jauh dari kehangatan Ibunda.
Lihatlah anak-anak kita setelah masuk SD kelas 2, 3, dan seterusnya. Berangkat sekolah ogah-ogahan. Memilih duduk dibelakang yang jauh dari Guru. Takut bertanya dan tidak berani menjawab pertanyaan. Takut mencoba. Kata Prof.Djohar (1985)”sekolah kita membodohkan”. Banyak yang hilang dari fitrah belajar anak. Pudarnya semangat ingin tahu. Bukan anak tidak ingin pintar. Tetapi banyak yang ditakuti. Sehingga selalu hati-hati. Bahkan terlalu hati-hati.
Rasa takut membuat anak tidak nyaman di sekolah. Inilah yang ditakuti anak di sekolah. Anak takut dengan hukuman. Anak takut melanggar berbagai aturan. Anak takut tidak dapat menyelesaikan beban tugas yang diberikan. Anak takut dengan sulitnya pelajaran. Ya, semua diatas (hukuman, aturan, tugas, materi pelajaran) memang harus ada di sekolah tetapi tidak harus membuat anak takut. Bagaimana caranya? Inilah yang harus dijawab dan dilakukan Guru.
Secara ringkas ingin saya katakan. Agar nyaman jauhkan semua yang menakutkan anak dari sekolah. Jauhkan hukuman, kedepankan tanggung jawab. Jangan beri banyak aturan, beri kesempatan mereka mengatur dirinya. Jangan tunjukkan beban tugas pelajaran, berilah tantangan yang menggairahkan. Jauhkan kompleknya materi ajar, suguhkan dengan kesederhanaan (simpel) dan kemudahan.
Pada tulisan yang ringkas ini saya akan fokus pada menjauhkan hukuman. Anak paling takut dengan hukuman, terutama hukuman fisik dan sosial. Kelemahan dari penerapan hukuman adalah;
- Tertanamnya pada diri anak sebagai pribadi yang cela karena telah membuat kesalahan.
- Tertanamnya image bahwa suatu bentuk hukuman itu adalah bentuk perbuatan orang yang tercela. Misalnya, karena suatu kesalahan, anak dihukum dengan membersihkan sampah atau menghafal suatu surat. Maka akan tertanam pada anak bahwa membersihkan sampah atau menghafal surat adalah kegiatan yang negativ bagi anak yang berbuat kesalahan.
- Bentuk hukuman yang distandarkan dan sering diberikan bisa kehilangan efek jera.
Menjauhkan hukuman bukan berarti meniadakan hukuman. Hukuman dalam konteks pendidikan tetap perlu. Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam juga menerapkan hukuman berupa ancaman dalam rangka mendidik. Misalnya dengan menggantungkan cambuk yang mudah dilihat orang, memukul (tanpa melukai) setelah anak memasuki usia 10 tahun tapi belum membiasakan sholat.
Menghindari kesan bahwa hukuman itu identik dengan perbuatan tercela. Pantas bagi anak yang melakukan kesalahan mengakibatkan anak takut berbuat salah. Maka saya lebih mengedepankan anak boleh berbuat apa saja asal bertanggung jawab. Yang tidak boleh adalah menyakiti, merugikan, merusak dan sebagainya. Anak dipahamkan, semua ada resikonya.
Resiko ini kita implementasikan dengan konsep taubat. Anak bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan. Jika ia telah melakukan kesalahan ( merugikan, menyakiti, atau merusak). Pertama ia harus dengan ikhlas mengakui kesalahannya. Kedua ia harus berjanji tidak akan mengulangi lagi, bisa lisan atau tertulis. Ketiga ia harus mengganti atau minta maaf. Keempat ia harus menutupi kesalahannya dengan melakukan kebaikan. Misalnya membersihkan sampah. Jadi membersihkan sampah itu bukan perbuatan cela tetapi kebaikan yang harus dilakukan.
Jadi guru harus meyakinkan bahwa anak diminta membersihkan sampah atau menghafal surat tertentu dari Alquran bukanlah hukuman. Keduanya adalah perbuatan baik, perbuatan mulia, mujlia bagi orang yang melakukan. Dan ia harus melakukan perbuatan baik dan mulia itu untuk menutupi kesalahan yang telah dilakukan. Sebagai syarat iabertaubat.
Profesi guru adalah gabungan antara seni dan ilmu. Seni membuat orang senang. Guru harus pandai mengelola hal-hal yang ditakuti anak menjadi sesuatu yang menyenangkan. Inilah tantangan yang harus dijawab dengan kreatif. Selalu disiapkan sebelum masuk ke kelas apa yang akan dilakukan anak agar anak dengan senang hati dan gembira dalamproses belajar.